Pengujian atau Penghukuman Tuhan?
Pengujian
atau Penghukuman?
Sangat penting bahwa kita belajar membedakan antara pengujian
Tuhan dan penghukuman-Nya.
Banyak orang tampaknya berasumsi bahwa begitu mereka menjadi
orang Kristen mereka dibebaskan dari Penghukuman Tuhan-terutama jika mereka
telah beriman untuk waktu yang lama. Sikap ini, bagaimanapun juga tidak memiliki
dasar dalam Kitab Suci, kepada orang percaya dalam kitab Ibrani memberikan
peringatan yang kuat:
Dan sudah lupakah kamu akan
nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak:
"Hai
anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila
engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan
Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." Jika kamu harus
menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat
anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?
Tetapi, jikalau kamu bebas
dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak,
tetapi anak-anak gampang.1
Dalam hubungan ini Tuhan menampakkan teladan tentang
hubungan-Nya (Tuhan) dengan Musa. Musa berusia 80 tahun ketika Tuhan
memerintahkannya untuk kembali ke Mesir dan membebaskan orang Israel dari
perbudakan mereka. Namun sewaktu Musa benar-benar dalam perjalanan kembali ke
Mesir, Tuhan bertemu dengannya (Musa) dan berusaha membunuhnya.2
Mengapa? Karena ketidaktaatannya. Musa tidak memenuhi perjanjian
sunat yang Tuhan telah buat dengan Abraham dan keturunannya.3 Hanya
ketika Musa bertobat dan memiliki anaknya untuk disunat, Tuhan menyelamatkan
nyawa Musa dan membebaskannya untuk pergi dalam perjalanan. Tuhan lebih memilih
untuk membunuh Musa daripada membiarkan dia melewati misinya dalam
ketidaktaatan. Posisinya sebagai Seorang pemimpin tidak membebaskannya dari
disiplin Tuhan. Hal itu membuatnya semakin bertanggung jawab.
Saudara,
kita tidak bisa berharap untuk menyelesaikan tugas yang Tuhan berikan jika kita
membiarkan ada satu ruang untuk ketidaktaatan dalam hidup kita
Ketika kita berada di bawah hubungan Tuhan, kita perlu
merendahkan diri di hadapan-Nya dan berdoa seperti doa Daud dalam Mazmur 139: 23-24
Selidikilah aku, ya Allah, dan
kenallah hatiku,
ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku;
lihatlah, apakah jalanku
serong,
dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!
Jika kita dengan tulus mengizinkan Tuhan untuk menyelidiki (mencari) dalam hati kita dan Dia (Tuhan) tidak menunjukkan jari-Nya pada sesuatu yang menyinggung Dia (Tuhan), maka kita dapat menyimpulkan bahwa kita berada di bawah pengujian Tuhan, bukan penghukuman-Nya.Apa yang Tuhan nyatakan akan menentukan bagaimana kita merespon (menanggapi). Tanggapan kita apabila kita dihukum/ dihajar adalah harus bertobat;Respon (Tanggapan) kita apabila kita sedang dalam pengujian adalah harus bertahan (memiliki daya tahan). Apabila kita tetap bertahan sewaktu seharusnya kita bertobat , kita bersalah karena keras kepala dan tidak peka.
Apa yang
Tuhan cari/ inginkan?
Isu dasar tentang dosa atau kebenaran didefinisikan dalam
pencobaan Iblis yang sebenarnya dari Adam dan Hawa. Nama iblis dalam bahasa
Yunaninya adalah diabolos (bahasa Inggris iblis) berarti fitnah/ pendakwa.
Menyiksa seseorang berarti mencemarkan (karakter/sifat) nama baik mereka. Ini
adalah aktivitas utama Setan.
Pertama dan terutama, Setan mencemarkan (karakter/ sifat) nama
Tuhan sendiri. Makanya pertanyaan aslinya ke Hawa: "Apakah Tuhan memang
berfirman, 'Kamu tidak boleh memakan setiap pohon Taman'?"4
Setan menyiratkan bahwa Tuhan adalah seorang lalim-sewenang-wenang, tidak adil
dan tidak mengasihi. Tuhan memerintahkan Adam dan Hawa untuk menjauhi pohon
pengetahuan (tingkat pengetahuan yang tinggi) yang akan membuka/ memberi mereka
pengetahuan yang baik dan yang jahat jika mereka mencicipi buah dari pohon
pengetahuan.
Tujuan Setan adalah untuk melemahkan kepercayaan mereka terhadap
kebaikan Tuhan. Padahal, yang sebenarnya, sudah Tuhan Berikan kepada mereka
(Adam dan Hawa) semua yang bagus, indah dan menyenangkan.
Dari ketidakpercayaan akan kebaikan Tuhan, Adam dan Hawa beralih
kepada ketidakpercayaan terhadap firman Tuhan dan kemudian kepada tindakan ketidaktaatan.
Ada tiga tahap kejatuhan Adam dan Hawa: Keragu-raguan, ketidakpercayaan dan
ketidaktaatan.
Melalui iman kepada Kristus, Tuhan telah menyediakan penebusan
yang membalikkan proses kejatuhan Adam dan Hawa. Yaitu menggantikan
keragu-raguan dengan Iman, Ketidaktaatan dengan Ketaatan, dan Ketidakpercayaan
dengan Kepercayaan. Iman memimpin untuk Ketaatan adalah tahap pertama. Tapi prosesnya
tidak lengkap sampai Iman berkembang menjadi Kepercayaan.
Apa perbedaan antara Iman dan Kepercayaan (Faith and Trust)?
Jawaban non-teologis adalah: Iman adalah tindakan; Kepercayaan adalah sikap
(Smith Wigglesworth yang terus menekankan bahwa Iman adalah sebuah tindakan.)
Gambaran yang jelas tentang perbedaan antara iman, sebagai
tindakan, dan kepercayaan, sebagai sebuah sikap, disediakan dalam kitab Mazmur
37: 5
(Commit your way) Serahkanlah hidupmu/ jalan hidupmu kepada
TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak,
Commit/ Penyerahan menggambarkan satu tindakan iman; Trust/ kepercayaan
menggambarkan sikap berkelanjutan yang mengikutsertakan kata melakukan (Committing).
Setelah itu, Tuhan mengambil alih: Dia (Tuhan) akan melakukannya.
Sebuah ilustrasi sederhana dengan membuat deposit di bank
tabungan. Anda menyerahkan uang Anda ke
Teller/ kasir dan menerima tanda terima. Itu adalah melakukan
(committing).
Setelah itu, Anda tidak dapat tidur/ terjaga di malam hari dan bertanya-tanya:
Apakah bank benar-benar mengurus uang saya? Apakah saya akan menerima bunga dari
uang saya. Anda hanya meletakkan tanda terima di tempat yang aman dan tidur
nyenyak. Itu adalah kepercayaan (trust).
Banyak orang Kristen mengambil langkah pertama, sebuah tindakan
iman (faith), namun tidak mempertahankan sikap percaya (faith). Anehnya, Banyak
dari kita merasa lebih mudah untuk mempercayai bank duniawi daripada
mempercayai Tuhan di surga!
Tujuan utama di balik ujian Tuhan adalah untuk menghasilkan
kepercayaan pada kita. Hal ini berlaku untuk Ayub. Di tengah dari semua cobaan dia
menegaskan: "Meskipun Dia membunuh saya, namun saya akan mempercayai
Dia." 5
Selanjutnya, “kepercayaan sejenak itu” memungkinkan Ayub
mengangkat matanya ke atas wilayah waktu dan menangkap sekilas tentang kekekalan
dan kebangkitan:
Tetapi aku tahu: Penebusku
(Tuhan) hidup,
dan akhirnya Ia (Tuhan) akan
bangkit di atas debu (bumi);
Juga sesudah kulit tubuhku
sangat rusak,
tanpa dagingku pun aku akan
melihat Allah
yang aku sendiri akan melihat
memihak kepadaku;
mataku sendiri
menyaksikan-Nya dan bukan orang lain.
Hati sanubariku merana karena
rindu.6
Mengapa kepercayaan (Trust) begitu penting? Karena hal ini
mengungkapkan perkiraan kita terhadap karakter Tuhan kita. Saat Adam dan Hawa menyerah
pada godaan Setan, tindakan mereka lebih keras daripada kata-kata yang mungkin
mereka ucapkan.
Mereka berkata: "Tuhan tidak adil dan penuh kasih. Dia
(Tuhan) tidak secara adil berurusan dengan kita. Dia (Tuhan) tidak bisa
dipercaya. "
Keselamatan kita dari dosa tidaklah lengkap sampai efek
kejatuhan terlepas dan menghasilkan di dalam diri kita kualitas dari kepercayaan
ini. Ini mungkin mengharuskan kita menjalani banyak tes. Adalah penting bahwa
kita tidak pernah kehilangan dalam melihat tujuan akhir Tuhan: yaitu untuk
menghasilkan dalam diri kita keyakinan yang tak tergoyahkan terhadap
kepercayaan (trustworthy) mutlak-Nya.
Yesus sendiri telah memberi kita contoh kepercayaan yang
tertinggi (Trust). Dalam penggenapan rencana Bapa-Nya, Dia (Tuhan Yesus)
diserahkan kepada orang-orang jahat, kejam dan tidak beriman. Mereka mengejek
Dia, meludahi Dia, mencambuk Dia, menelanjangi dan memakukan Dia di kayu salib.
Akhirnya Dia berseru, "Ya Tuhanku, Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkan
Aku? "7
Namun, dalam semua ini, kepercayaanNya terhadap kesetiaan
Bapa-Nya tidak pernah gagal. Dengan nafas terakhirnya dia menyerahkan nyawa-Nya
kembali kepada Bapa.
Bagaimana kita menanggapi (merespon) jika kita berseru kepada
Tuhan dan Dia sepertinya tidak menjawab kita? Masih bisakah kita percaya
Kesetiaan-Nya (Tuhan)
Ingat, Tuhan lebih memperhatikan karakter kita daripada prestasi/pencapaian
kita. Prestasi/ pencapaian hanya memiliki kepentingan di alam waktu saja.
Karakter itu abadi. Ini menentukan apa yang akan kita alami dikekekalan.
Tuhan tidak akan mengizinkan kita untuk diuji melampaui apa yang
bisa kita tanggung. Dia tidak akan mengharapkan kita mengalami seperti yang Dia
harapkan pada Tuhan Yesus - mungkin juga tidak seperti pada apa yang Dia minta
dari Ayub. Setiap uji coba yang kita jalani dirancang untuk mencetak/ membentuk
karakter kita, sampai kita berada didalam Kristus semua yang dirancangkan Tuhan
terhadap kita.
Berbahagialah orang yang sabar dalam pencobaan (pengujian);
karena ketika dia telah terbukti [disetujui],
dia akan menerima mahkota kehidupan.8
1 Ibrani 12: 5-8
2 Keluaran 4: 24-26
3 Kejadian 17: 9-14
4 Kejadian 3: 1
5 Ayub 13:15
6 Ayub 19: 25-27
7 Matius 27:46
8 Yakobus 1:12
Comments
Post a Comment